Selasa, 08 Januari 2008

Jika di dunia nyata kita dianggap sebagai negara yang
termasuk tinggi tingkat korupsi dan pelanggaran hukumnya,
maka di dunia maya ternyata tidak jauh berbeda. Baru-baru
ini dilaporkan bahwa kejahatan (fraud) yang dilakukan oleh
pengguna Internet Indonesia menduduki nomor satu dari segi
persentase (yaitu perbandingan jumlah transaksi palsu dan transaksi
benar) dan nomor tiga dari segi volume transaksi. Lepas dari akurat
atau tidaknya laporan ini, hasil ini sungguh sangat menyedihkan.
Bagaimana kita berubah dari bangsa yang ramah-tamah menjadi
bangsa maling? Dugaan saya hal ini terkait dengan etika.
Ketika negara lain menjadi target dari pekerjaan outsourcing IT,
Indonesia tidak dilirik. Padahal negara seperti Vietnam mulai
mendapat perhatian. Salah satu alasan untuk tidak memilih
Indonesia adalah persepsi rendahnya etos kerja orang Indonesia.
Misalnya, jam masuk kantor adalah jam 8 pagi, tapi banyak orang
datang terlambat. Kemudian waktu
pulang kantor adalah jam 5 sore, akan
tetapi jam 4 sudah titip kartu absensi
ke kawan dan pulang duluan. Lagi-lagi
etika. Apakah hanya sekedar persepsi
ataukah memang ini fakta?
Seharusnya kita memahami etika.
Sayangnya, asumsi kita salah. Yang
seharusnya terjadi, tidak terjadi. Kita
belum memahami etika. Lebih jauh lagi karena kita merasa bahwa
kita sudah memahami etika maka dia tidak diajarkan, menjadikan
kita lebih buruk lagi. Selain tidak tahu, ada juga kondisi di mana
orang lupa. Untuk itu izinkanlah saya membahas masalah etika
dalam majalah yang bernuansa teknik komputer ini. Dalam kuliah
(teknis) yang saya ajarkan di kampus pun saya menyisipkan topik
etika.
Kita banyak belajar dengan cara meniru apa yang dilakukan
orang lain, tanpa mengetahui bahwa itu benar atau tidak. Dalam
dunia social engineering hal ini dikenal dengan istilah social
validation atau pembenaran. Sebagai contoh, kita (mungkin) tahu
menggunakan kartu kredit milik orang lain adalah perbuatan yang
tidak benar. Akan tetapi bila banyak orang melakukannya, tidak
mendapat teguran, dan bahkan mendapat pujian, maka pengguna
baru akan menganggap bahwa ini merupakan hal yang lumrah dan
bahkan menimbulkan minat.
Pola pikir kita harus diubah. Seorang yang merusak sebuah situs
web atau menggunakan kartu kredit milik orang lain bukanlah
seorang pahlawan yang bisa dijadikan idola. Media masa sering
melakukan hal ini. Melakukan perbuatan kejahatan adalah jahat,
apa pun alasannya. Pelakunya adalah penjahat. Ini harus kita
katakan apa adanya. Ingat bahwa tujuan tidak menghalalkan cara.
Pernah saya didatangi seseorang yang mengatakan bahwa dia
pernah menggunakan kartu kredit milik orang lain untuk transaksi
di Internet. Kemudian datanglah surat dari FBI. Apa dampaknya?
Yang pasti adalah dia sudah masuk dalam daftar hitam
pemerintah Amerika. Bila dia menginjakkan kaki di negara
Amerika maka dia bisa ditangkap dan dimasukkan ke dalam
penjara. “Keuntungan” yang dia peroleh dari menggunakan kartu
kredit milik orang lain itu paling-paling hanya sekian juta rupiah,
tapi dia kehilangan kesempatan untuk mengunjungi Amerika.
Mungkin sekarang belum
terfikirkan, tapi bagaimana jika
dia mendapatkan beasiswa dari
sebuah perguruan tinggi di
Amerika? Atau tawaran pekerjaan
dari sebuah perusahaan di
Amerika, seperti yang terjadi
dengan Linus? Atau pergi ke
konferensi di Amerika? Atau
sekedar tamasya ke Amerika? Atau bahkan mungkin menikah
dengan orang Amerika? Dia sudah kehilangan kesempatan itu
semua. Sangat disayangkan. Mungkin saat ini dia tidak peduli,
tapi suatu saat nanti?
Perbaikan etika tidak dapat dilakukan dalam satu-dua hari.
Proses perbaikan membutuhkan waktu yang panjang dan bahkan
melewati satu generasi. Kita harus yakin bahwa karakter bangsa
Indonesia ini bisa diperbaiki. Ketika saya masih muda, tidak banyak
pengendara sepeda motor yang menggunaka helm. Bahkan
mungkin jika seseorang menggunakan helm dia akan dianggap sok
gagah-gagahan. Sekarang sudah terbalik. Pengendara motor yang
menggunakan helm adalah normal sementara yang tidak
menggunakannya adalah anomali. Jadi saya yakin bangsa ini bisa
menjadi lebih baik. Tapi ini membutuhkan bantuan Anda semua.
Mari kita buat lingkungan kita—baik yang nyata dan maya—
menjadi lingkungan yang nyaman dan aman untuk ditempati.􀀀

kritik dari kuliah PTI

Itulah KEPahitan yang harus kita hadapi, tapi jangan hanya dihadapi sajA kita harus berjuang
untuk memajukan teknologi negara indonesia ini. masalah biaya,jika kita ada niat dulu itu sudah merupakan langkah yang bagus
akan tetapi lagi langkah itu harus disertai saling kerjasama yang mana bisa membuat kekuatan kita jadi berlipat ganda. jadi,maksud saya
untuk memajukan teknologi di indonesia bukan hanya pintar saja tapi kita juga harus mumpunyai rasa berbaur pada teman-teman.
aku yakin pasti suatu saat indonesia akan dianggap saingan terbesar dalam benua Eropa dan sekitarnya
jadi tunggu apa lagi teman-teman mari kita segera memulai untuk membangun teknologi di Indonesia